STUDI PERFORMA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM SEMI INTENSIF PADA KONDISI AIR TAMBAK DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON YANG BERBEDA PADA SAAT
PENEBARAN
(USUL
PENELITIAN)
Oleh
AAN PRATAMA
1114111001
JURUSAN
BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2016
DOSEN PEMBIMBING: 1. Wardiyanto, S.Pi.,
M.P
2. Dr. Supono, S.Pi., M.si
DOSEN PEMBAHAS: Eko Efendi, S.T., M.Si
Bandar Lampung,
25 Oktober 2016
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditi
perikanan yang dibudidayakan di Indonesia. Udang ini mulai masuk dan dikenalkan
di Indonesia pada tahun 2001 melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001 sebagai upaya untuk
meningkatkan produksi udang Indonesia menggantikan udang windu (Penaeus
monodon ) yang telah mengalami penurunan kualitas sehingga hasil
produksinya mengalami penurunan. Beberapa
keunggulan yang dimiliki udang putih antara lain responsif terhadap pakan
yang diberikan, lebih tahan terhadap serangan penyakit danlingkungan yang
kurang baik.
Budidaya udang vaname dilakukan dengan
sistem intensif dan semi intensif. Kegiatan
budidaya pada tambak semi-intensif
biasanya dicirikan dengan padat tebar yang cukup tinggi, yaitu antara
60-100 ekor/m2, penggunaan kincir air, pemasangan biosecurity,
pengelolaan kualitas air dari awal persiapan budidaya sampai panen, penggunaan
pakan komersil dengan kandungan protein yang tinggi, penggunaan probiotik dan
alat-alat pendukung lainnya sehingga penerapan sistem budidaya yang baik harus
dilakukan agar kualitas udang vaname tetap terjaga dan tidak mengakibatkan
kegagalan budidaya yang berakibat pada kerugian bagi para pembudidaya udang
vaname.
Keberhasilan dalam budidaya udang vaname
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kualitas air.
Pengelolaan kualitas air pada saat persiapan awal tambak sebelum penebaran
benur ke dalam tambak sangatlah penting begitu pula pengelolaan kualitas air
pada saat pertengahan hingga akhir budidaya. Kualitas air memegang peranan
penting dalam kegiatan budidaya udang vaname untuk menunjang kelangsungan
hidupnya. Kelangsungan hidup udang ditentukan oleh derajat keasaman (pH), kadar
garam (salinitas), kandungan oksigen terlarut (DO), kandungan amoniak, H2S,
kecerahan air, kandungan plankton, dan lain-lain (Hudi dan Shahab, 2005). Gunarto dan Hendrajat (2008) mengemukakan bahwa laju
tumbuh udang vaname di tambak dipengaruh oleh suplai pakan yang diberikan,
pemupukan, aerasi, dan sintasan udang yang dibudidayakan.
Salah satu faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan awal udang adalah kepadatan plankton baik fitoplankton
maupun zooplankton. Ketersediaan plankton pada tambak udang
sangat penting sebagai pakan alami bagi benih udang karena belum bisa
memanfaatkan pakan komersil untuk pertumbuhannya sehingga pengelolaan air untuk
menumbuhkan plankton sangat penting untuk menunjang pertumbuhan udang vaname.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kepadatan plankton tambak
terhadap performa udang vaname (Litopenaeus
vannamei)
1.2 Tujuan
penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari performa udang vaname yang
dipelihara dengan sistem semi intensif pada kondisi air tambak dengan
kelimpahan plankton yang berbeda pada saat penebaran, yang meliputi
pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, konversi pakan, dan biomassa.
1.3
Manfaat Penelitian
Manfaat
penelitian adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para pembudidaya udang vaname dan
masyarakat serta memberikan informasi kepada
mahasiswa mengenai performa udang vanamei yang dipelihara dengan sistem semi intensif pada kondisi air tambak dengan kelimpahan plankton yang berbeda pada saat
penebaran.
1.4
Kerangka Pikir Penelitian
Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) merupakan komoditas udang unggulan yang dibudidayakan di
Indonesia menggantikan udang Windu (Penaeus monodon) yang telah
mengalami penurunan produksi akibat serangan penyakit dan penurunan kualitas
lingkungan. Udang Vaname (Litopenaeus vannameii)
yang didatangkan ke Indonesia berdasarkan SK
Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001 berasal dari daerah
subtropis pantai barat Amerika, mulai dari Teluk California di Mexico bagian
utara sampai ke pantai barat Guatemala, El Salvador, Nicaragua, Kosta Rika di
Amerika Tengah hingga ke Peru di Amerika Selatan. Komoditas ini diharapkan mampu
meningkatkan produksi udang Indonesia yang sempat menurun. Meskipun udang
vaname memiliki beberapa kelebihan dibandingkan udang Windu, namun dalam
kegiatan budidaya tetap harus memperhatikan standar operasional budidaya yang
baik agar kegiatan budidaya yang dilakukan dapat memberikan hasil yang
maksimal. Kegiatan budidaya udang dengan menggunakan sistem semi intensif
lebih menekankan pada pemanfaatan teknologi serta controlling yang baik sehingga dapat memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan kegiatan budidaya sistem tradisional.
Hal yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah
kondisi air tambak pada saat awal penebaran benur. Kondisi air tambak yang baik
saat awal persiapan harus terdapat fitoplankton yang hidup di dalamnya,
dicirikan dengan warna air yang berwarna hijau muda atau coklat dengan
kecerahan >70 cm. Kondisi air tambak yang seperti ini sangat dibutuhkan oleh
benih udang untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Selain itu, air tambak yang telah berwarna hijau muda atau
coklat mengindikasikan bahwa fitoplankton pada perairan tersebut cukup melimpah
sehingga baik sebagai pakan alami bagi benih udang untuk menunjang
pertumbuhannya yang pada saat awal penebaran dengan ukuran PL 10, benih udang
belum mampu memanfaatkan pakan komersial secara maksimal. Sedangkan kondisi air
tambak yang kurang baik yaitu sedikitnya fitoplankton yang hidup pada perairan
tersebut dicirikan dengan warna air tambak yang jernih sehingga hal ini dapat
mengakibatkan pertumbuhan udang menjadi terhambat.
Dari kondisi kedua air tambak tersebut diharapkan dapat
memberikan informasi terkait performa pertumbuhan udang vaname dimana udang
yang dipelihara pada kondisi air tambak yang baik akan menunjukkan hasil
pertumbuhan yang baik dan survival rate (SR) yang lebih tinggi
dibandingkan dengan udang yang dipelihara pada kondisi perairan yang kurang
baik.
1.5
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir
penelitian di
atas, maka hipotesis penelitian ini adalah
diduga kondisi air tambak dengan kelimpahan plankton yang berbeda berpengaruh terhadap performa udang
vaname (Litopenaeus vannamei).
III.
METODELOGI
PENELITIAN
3.1
Waktu
dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 117 hari di tambak udang semi intensif Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung
Timur.
3.2
Tipe
Penelitian
Tipe penelitian ini merupakan studi kasus tentang
budidaya udang vaname (Litopenaeus
vannamei) skala semi intensif di Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti,
Lampung Timur.
3.3 Alat
dan Bahan Penelitian
3.3.1 Alat
Penelitian
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Peralatan yang digunakan selama penelitian
No
|
Alat yang
Digunakan
|
||
1
|
DO Meter
|
18
|
Timbangan Duduk kapasitas 5 kg & 2 kg
|
2
|
pH Meter
|
19
|
Ember Plastik 10 & 20 Liter
|
3
|
Refractometer
|
20
|
Centong Pakan
|
4
|
Termometer
|
21
|
Drum Plastik
|
5
|
Sechi disk
|
22
|
Selang
|
6
|
Botol Kaca
|
23
|
Pipa Paralon
|
7
|
Mikroskop
|
24
|
Pipet Tetes
|
8
|
Kaca Preparat
|
25
|
Plastik Mulsa
|
9
|
Cover Glass
|
26
|
Benang
|
10
|
Tissue
|
27
|
Tali Tambang
|
11
|
Generator/Genset
|
28
|
Kain Waring Hijau & Hitam
|
12
|
Diesel/Alkon
|
29
|
Serokan
|
13
|
Kincir Air
|
30
|
Anco
|
14
|
Kabel
|
31
|
Sendok
|
15
|
Lampu
|
32
|
Kamera
|
16
|
Jala
|
33
|
Senter
|
17
|
Gunting
|
34
|
Bambu
|
3.3.2 Bahan
Penelitian
No
|
Bahan yang digunakan
|
1
|
Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) PL 10
|
2
|
Artemia sp.
|
3
|
Pakan Udang
|
4
|
Minyak Cumi-cumi (Squid Liver Oil)
|
5
|
Probiotik udang (bi Klin)
|
6
|
Juz Buah Mengkudu
|
7
|
Bekatul/ Dedak
|
8
|
Molase
|
9
|
Dolomit
|
10
|
Pupuk Urea & SP 36
|
11
|
Obat Trill
|
12
|
Nuvaq
|
13
|
Saponin
|
14
|
Alkohol
|
15
|
Solar
|
16
|
Ragi Tape
|
17
|
Air
Laut
|
18
|
Air Tawar
|
19
|
Es
|
3.4 Prosedur
Penelitian
3.4.1 Persiapan Tambak
Keterangan:
S :
Sungai
I :
Inlet/ Kolam Tandon
O :
Outlet
A1 :
Tambak Budidaya 1
A2 :
Tambak Budidaya 2
R1 :
Rumah Generator
R2 :
Rumah Jaga
|
gambar
3. Tata letak tambak udang vaname
1.
Tambak diisi dengan air laut dari tandon setinggi 50 cm.
2.
Hari pertama, tambak diberi obat trill dengan
dosis 1,4 ppm, disebar merata dengan bantuan kincir.
3.
Hari ke 6, air dalam tambak kemudian ditambah hingga
ketinggian 110 cm, kemudian didiamkan selama 3 hari.
4.
Hari ke 9, air tambak kemudian diberi tambahan obat nuvaq
sebanyak 2 liter per tambak dicampur dengan air sebanyak 20 liter dan
ditebar merata kedalam tambak dengan bantuan kincir.
5.
Hari ke 16, air tambak diberi saponin sebanyak 25 kg
pertambak. Saponin dimasukkan kedalam bak fiber kemudian direndam dengan air
tambak sebanyak 60 liter selama 8 jam kemudian ditebar merata kedalam tambak pada saat cuaca terik dengan bantuan
kincir.
6.
Hari ke 19, air tambak diberi tambahan dolomit sebanyak
100 kg per tambak.
7.
Hari ke 20, tambak kemudian dipupuk dengan pupuk urea sebanyak
10 kg dan pupuk SP 36 sebanyak 5 kg per tambak.
8.
Hari ke 27, 28, 29, tambak diberi tambahan pupuk urea
sebanyak 2 kg per tambak.
3.4.2 Penebaran Benur
Penebaran benur dilakukan pada
hari ke 30 setelah persiapan tambak. Benur yang ditebar sebanyak 60.000 ekor
per tambak dengan ukuran PL 10. Penebaran benur
dilakukan setelah air dalam tambak siap, ditandai dengan warna hijau
cerah/cokelat muda.
1.
Penebaran diawali dengan proses aklimatisasi
suhu media angkut benur dengan cara mengapungkan kantong plastik ke perairan
tambak.
2.
Adaptasi salinitas dengan cara memasukkan air
tambak ke dalam kantong plastik secara bertahap, hingga salinitas air dalam kantong
plastik relatif sama dengan salinitas air di tambak.
3.
Pelepasan benur ke tambak dengan
menenggelamkan kantong plastik ke air tambak secara perlahan. Benur keluar
dengan sendirinya ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar dari kantong,
dibantu pengeluarannya secara hati-hati. Kemudian, artemia ditebar kedalam
tambak setelah semua benur keluar dari kantong plastik.
3.4.3 Pemberian Pakan
Pakan yang digunakan adalah
pakan udang nomor 681, 682, 683, 683-SP, dan 684-S dengan kandungan protein sebesar 35%.
1.
Pemberian pakan untuk umur 10
hari pertama (DOC 10), masih menggunakan program blind feeding dengan
jenis pakan crumble nomor 681 untuk tahap pertumbuhan PL 13- 1.0 gram
berat tubuh dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali, yaitu pada pukul 07.00
WIB dan 17.00 WIB
2.
Memasuki umur 11 hari (DOC 11),
pakan diganti dengan jenis pakan crumble nomor 682 untuk tahap
pertumbuhan 1-2 gram berat tubuh dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3
kali, yaitu pada pukul 07.00 WIB, 11.00 WIB, dan 17.00 WIB.
3.
Memasuki umur 31 hari (DOC 31),
pakan diganti dengan jenis pakan crumble nomor 683 untuk tahap
pertumbuhan 2-5 gram berat tubuh.
4.
Memasuki umur 52 hari (DOC 52),
pakan diganti dengan jenis pakan pellet nomor 683-SP untuk tahap
pertumbuhan 5-14 gram berat tubuh.
5.
Setelah udang berumur 95 hari
(DOC 95)-117 hari (DOC 117), pakan diganti dengan jenis pakan pellet nomor
684-S untuk tahap pertumbuhan 14-22 gram berat tubuh dengan frekuensi pemberian
pakan sebanyak 4 kali, yaitu pada pukul 07.00 WIB, 11.00 WIB, 17.00 WIB dan
20.00 WIB.
3.4.4 Pembuatan Fermentasi
a. Fermentasi 1
1.
Disiapkan dan ditimbang
dedak/bekatul sebanyak 5 kg.
2.
Dedak kemudian dikukus hingga
matang.
3.
Dedak kemudian diratakan di
tempat yang datar dengan ketebalan 2-3 cm
4.
Setelah itu, dedak diberi ragi
tape sebanyak 6 butir, kemudian dicampur hingga rata.
5.
Setelah itu, campuran
dedak/bekatul dengan ragi tape ditutup rapat selama 24 jam dengan plastik
bening yang sudang dilubangi.
6.
Setelah 24 jam, dedak/bekatul
yang sudah diberi campuran ragi tape dimasukkan kedalam ember kapasitas 20
liter kemudian direndam dengan air tawar.
7.
Selanjutnya ember ditutup rapat
dan didiamkan selama 48 jam sampi tercium aroma khas fermentasi.
8.
Fermentasi siap diaplikasikan
ke dalam tambak.
b. Fermentasi 2
1.
disiapkan dedak/bekatul,
dolomit, pupuk urea masing-masing 3 kg dan molase sebanyak 1 liter.
2.
Semua bahan dicampur menjadi
satu dan dimasukkan kedalam wadah fiber berkapasitas 50 liter.
3.
Kemudian bahan direndam dengan
air tawar sebanyak 20 liter dan ditutup rapat.
4.
Bahan yang sudah direndam
kemudian didiamkan selama 12-18 jam.
5.
Fermentasi siap diaplikasikan
ke dalam tambak.
3.4.5 Teknik Sampling
Fungsi kegiatan sampling ini
adalah untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan udang di dalam tambak. Sampling dilakukan
pada pagi hari atau sore hari yaitu 1 jam setelah pemberian pakan. Alat yang
digunakan dapat berupa ancho maupun jala.
a. Sampling menggunakan ancho
Ancho adalah alat yang
digunakan untuk mengontrol program pakan dan pertumbuhan serta kualitas udang
secara harian/insidental. Ancho biasanya berbentuk persegi atau
lingkaran berdiameter 60-80 cm dengan rangka dari besi atau kuningan dan bagian
tengahnya dikaitkan dengan streameen (sejenis kasa yang terbuat dari
nilon).
Langkah-langkah sampling dengan
menggunakan ancho adalah sebagai berikut:
1.
Siapkan peralatan yang
diperlukan seperti ancho yang telah diberi pakan sebanyak 1% dari jumlah pakan
harian dan sudah dimasukkan kedasar tambak, wadah (ember plastik) yang telah
diisi air, kantong plastik atau sejenisnya, timbangan duduk dengan kapasitas
1-2 kg, kalkulator dan alat tulis.
2.
Ancho diangkat dari dasar
tambak secara perlahan-lahan agar udang yang ada di dalamnya tidak berloncatan
keluar dari ancho.
3.
Udang yang ada di dalam ancho
kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam wadah yang telah disiapkan.
4.
Udang dimasukkan kedalam
plastik.
5.
Semua udang yang dimasukkan ke
dalam plastik kemudian ditimbang berat tubuhnya menggunakan timbangan duduk.
Pastikan timbangan dalam kondisi normal.
6.
Diukur dan catat berat total
sampel udang di dalam wadah berdasarkan penunjuk yang ada di dalam timbangan
duduk.
7.
Diukur berat wadah (plastik)
tempat sampel udang dalam keadaan kosong untuk mengetahui berat total sampel
udang yang sebenarnya.
8.
Dihitung jumlah total udang di
dalam wadah tersebut sambil dilakukan pengamatan kondisi/kualitas udang. Udang
yang telah dihitung dan diamati secepatnya dikembalikan ke dalam tambak untuk
menghindari terjadinya penurunan kualitas udag sampel.
9.
Dihitung berat rata-rata udang
kemudian dicatat hasi penimbangan dan pengamatan yang telah dilakukan.
b. Sampling menggunakan jala
Kegiatan sampling jala dilakukan
untuk udang yang telah berukuran
relatif besar (2.5 gr atau lebih)
sehingga udang
dapat terjerat dalam mata jala yang digunakan. Jala
digunakan untuk kegiatan sampling
mingguan.
Langkah-langkah sampling dengan
menggunakan ancho adalah sebagai berikut:
1.
Disiapkan semua peralatan yang diperlukan seperti
jala, wadah (ember plastik) yang telah diisi air, timbangan duduk, kalkulator
dan alat tulis.
2.
Ditentukan satu titik lokasi sebagai tempat untuk
menebarkan jala.
3.
Jala ditebarkan dengan relatif sempurna, yaitu jala
dapat mengembangkan dengan maksimal pada saat ditebarkan dan tunggu beberapa
saat agar jala dapat mencapai dasar tambak.
4.
Jala diangkat secara perlahan dan masukkan badan
jala beserta hasil tangkapannya ke dalam wadah (ember plastik) yang telah
berisi air.
5.
Udang yang tertangkap dilepaskan dari mata jala
secara hati-hati agar tidak terjadi kerusakan fisik udang hasil jalaan tersebut
yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas udang.
6.
Udang dimasukkan ke dalam plastik.
7.
Semua udang yang dimasukkan ke
dalam plastik kemudian ditimbang berat tubuhnya menggunakan timbangan duduk.
Pastikan timbangan dalam kondisi normal.
8.
Diukur dan catat berat total
sampel udang di dalam wadah berdasarkan penunjuk yang ada di dalam timbangan
duduk.
9.
Diukur berat wadah (plastik)
tempat sampel udang dalam keadaan kosong untuk mengetahui berat total sampel
udang yang sebenarnya.
10.
Dihitung jumlah total udang di
dalam wadah tersebut sambil dilakukan pengamatan kondisi/kualitas udang. Udang
yang telah dihitung dan diamati secepatnya dikembalikan ke dalam tambak untuk
menghindari terjadinya penurunan kualitas udag sampel.
11.
Dihitung berat rata-rata udang
kemudian dicatat hasi penimbangan dan pengamatan yang telah dilakukan.
3.5 Prosedur Pengambilan Data
3.5.1 Berat Total (Biomass)
Biomass adalah jumlah
total berat tubuh udang yang ada di dalam tambak. Perhitungan biomass dilakukan
setiap 7 hari sekali menggunakan rumus sebagai berikut:
|
Keterangan :
W : Biomassa (gram)
Fd : Pakan per
hari (gram)
FR : Food Ratio (%)
3.5.2 Populasi
Populasi adalah jumlah udang yang dipelihara di dalam
tambak. Perhitungan populasi dilakukan setiap 7 hari sekali menggunakan rumus sebagai
berikut:
|
Keterangan :
P
: Populasi (ekor)
W
: Biomassa (gram)
ABW : Berat rata-rata
udang (gram)
3.5.3 Survival
Rate (SR)
Tingkat kelangsungan hidup udang dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendie, 1997):
|
SR :
Kelangsungan hidup (%)
Nt :
Jumlah udang akhir (ekor)
No :
Jumlah udang awal (ekor)
3.5.4 Pertambahan Bobot Harian (Average
Daily Gain/ ADG)
ADG =
|
Pertambahan bobot harian ADG udang selama satu minggu dapat diketahui dengan menggunakan rumus (Effendie, 1997):
Keterangan:
ADG = Average
Daily Gain atau pertambahan bobot harian (g/hari)
Wo = bobot udang awal (g)
Wt = bobot udang akhir (g)
t =
waktu (hari)
3.5.5 Pengukuran
Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dapat dilakukan secara visual,
yaitu dengan melihat kecerahan-warna air
dan tinggi air, atau dengan menggunakan alat ukur kualitas air. Peralatan
pengukur kualitas air yang harus disiapkan di areal tambak minimal pH meter,
termometer, refractometer dan DO meter.
Pengukuran parameter kualitas air seperti DO dan pH
dilakukan setiap 3 hari sekali, sedangkan pengukuran parameter kualitas air
lainnya seperti suhu, salinitas, kecerahan dan kelimpahan plankton dilakukan
setiap 5 hari sekali.
a.
Kandungan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan DO meter (DO >
4 ppm) (Rusmiyati, 2012). Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00 WIB dan 13.00
WIB.
b.
pH (Derajat
Keasaman)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH meter,
dilakukan pada pukul 06.00 WIB dan 13.00 WIB. pH ideal untuk pertumbuhan udang
antara 7,3 – 8,5 dengan fluktuasi pH harian 0,2 - 0,5 (Suprapto, 2005).
c.
Salinitas
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
refraktometer/salinometer, dilakukan
Setiap 5 hari sekali pada pagi hari. Salinitas yang ideal
untuk pertumbuhan udang antara 15 – 25 ppt, dengan fluktuasi harian tidak lebih
dari 5 ppt (Soemardjati & Suriawan, 2006).
d.
Kecerahan air
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sechi disk, dilakukan
5 hari sekali pada pagi hari.
Kecerahan optimum air tambak yang dipengaruhi oleh kepadatan plankton sekitar
20 – 40 cm.
e.
Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer,
dilakukan setiap 5 hari sekali pada pagi hari. Suhu optimum dalam budidaya
udang vaname berkisar antara 270C-320C
(Suprapto, 2005).
f.
Kelimpahan
plankton
Pengukuran kelimpahan plankton dilakukan dengan cara
mengambil sampel air tambak menggunakan botol kaca, sampel air yang telah
diambil kemudian diamati di bawah mikroskop dan dicatat jenis serta jumlah
plankton yang teridentifikasi.
3.5 Analisis
data
Data
yang diperoleh dari hasil penelitian diamati dengan menggunakan uji deskriptif (descriptive test) yaitu suatu uji yang digunakan untuk mendapatkan gambaran
yang utuh tentang karakteristik suatu organisme.
DAFTAR
PUSTAKA
Amri dan Kanna. 2008. Budidaya Udang Vaname secara Intensif, Semi
Intensif, dan Tradisional. Gramedia. Jakarta.
Basmi, J. 1988. Perkembangan Komunitas Fitoplankton
Sebagai Indikasi Perubahan Tingkat Kesuburan Kwalitas Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 62 hal.
Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. A. Wiley
Imterscience. Publ., 628 pp.
Effendie, MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka
Nusatama. Yogyakarta.
Fegan, DF. 2003. Budidaya Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei). Asia Gold Coin Indonesia Specialities.
Jakarta.
Gunarto dan Hendrajat,
E.A. 2008. Budidaya Udang Vanamei, Litopenaeus vannamei pola semi-intensif
dengan aplikasi beberapa jenis probiotik komersial. J. Ris. Akuakultur, 3
(3): 339-349.
Hudi L, Shahab A. 2005. Optimasi Produktifitas
Budidaya Udang Vaname Litopenaeus vannamei dengan Menggunakan Metode Respon
Surface dan Non Linier Programming. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya.
Kordi, K. 2007. Pemeliharaan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). Penerbit Indah. Surabaya.
Manoppo, H. 2011. Peran
Nukleotida Sebagai Imunostimulan Terhadap Respon
Imun
Nonspesifik Dan Resistensi Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei). Disertasi Pascasarjana. IPB.
Nontji,
A. 2007. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 372 hal.
Raymont, J.E.G. 1981. Plankton dan Produktivitas
Bahari. Alih bahasa :Koesoebiono. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Bogor. 115 p.
Reynolds, C.S., Tundisi, J.G., & Hino, K. 1984. Observation
on a Metalimnetic Phytoplankton Population in a Stably Stratiffied Tropical
Lake. Arch. Hydrobiol. Argentina, 97: 7-17.
Rusmiyati, S. 2012. Menjala Rupiah Budidaya Udang
Vannamei. Pustaka Baru. Yogyakarta.
20-24 hlm.
Soemardjati, W. dan Suriawan, A. 2006. Petunjuk Teknis
Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak. Departemen Kelautan
dan Perikanan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya.
Sumeru, S. 2009. Pakan Udang. Kanisius.
Yogyakarta.
Suprapto. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei). CV Biotirta. Bandar Lampung, 25 hlm.
Suwoyo, Suryanto dan Mangampa. 2010. Aplikasi Probiotik dengan
Konsentrasi Berbeda pada Pemeliharaan Udang Vaname ( Litopenaeus
vannamei). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Hal 239-248.
Suyanto, S,R. dan A. Mujiman,. 2003.
Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Wyban J,A. and J,N. Sweeney. 2000. Intensive shrimp production
technology. The Oceanic Institute. Honolulu, Hawai, USA. Hal. 13-14.