Jumat, 16 Juni 2017

STUDI PERFORMA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM SEMI INTENSIF PADA KONDISI AIR TAMBAK DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON YANG BERBEDA PADA SAAT PENEBARAN

STUDI PERFORMA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM SEMI INTENSIF PADA KONDISI AIR TAMBAK DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON YANG BERBEDA PADA SAAT PENEBARAN

(USUL PENELITIAN)

Oleh


AAN PRATAMA
1114111001


JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

DOSEN PEMBIMBING: 1. Wardiyanto, S.Pi., M.P
        2. Dr. Supono, S.Pi., M.si

DOSEN PEMBAHAS:         Eko Efendi, S.T., M.Si

Bandar Lampung, 25 Oktober 2016
 



I.             PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditi perikanan yang dibudidayakan di Indonesia. Udang ini mulai masuk dan dikenalkan di Indonesia pada tahun 2001 melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001 sebagai upaya untuk meningkatkan produksi udang Indonesia menggantikan udang windu (Penaeus monodon ) yang telah mengalami penurunan kualitas sehingga hasil produksinya mengalami penurunan. Beberapa keunggulan yang dimiliki udang putih antara lain responsif terhadap pakan yang diberikan, lebih tahan terhadap serangan penyakit danlingkungan yang kurang baik.

Budidaya udang vaname dilakukan dengan sistem intensif dan semi intensif. Kegiatan budidaya pada tambak semi-intensif  biasanya dicirikan dengan padat tebar yang cukup tinggi, yaitu antara 60-100 ekor/m2, penggunaan kincir air, pemasangan biosecurity, pengelolaan kualitas air dari awal persiapan budidaya sampai panen, penggunaan pakan komersil dengan kandungan protein yang tinggi, penggunaan probiotik dan alat-alat pendukung lainnya sehingga penerapan sistem budidaya yang baik harus dilakukan agar kualitas udang vaname tetap terjaga dan tidak mengakibatkan kegagalan budidaya yang berakibat pada kerugian bagi para pembudidaya udang vaname.

Keberhasilan dalam budidaya udang vaname dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kualitas air. Pengelolaan kualitas air pada saat persiapan awal tambak sebelum penebaran benur ke dalam tambak sangatlah penting begitu pula pengelolaan kualitas air pada saat pertengahan hingga akhir budidaya. Kualitas air memegang peranan penting dalam kegiatan budidaya udang vaname untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Kelangsungan hidup udang ditentukan oleh derajat keasaman (pH), kadar garam (salinitas), kandungan oksigen terlarut (DO), kandungan amoniak, H2S, kecerahan air, kandungan plankton, dan lain-lain (Hudi dan Shahab, 2005). Gunarto dan Hendrajat (2008) mengemukakan bahwa laju tumbuh udang vaname di tambak dipengaruh oleh suplai pakan yang diberikan, pemupukan, aerasi, dan sintasan udang yang dibudidayakan.

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan awal udang adalah kepadatan plankton baik fitoplankton maupun zooplankton. Ketersediaan plankton pada tambak udang sangat penting sebagai pakan alami bagi benih udang karena belum bisa memanfaatkan pakan komersil untuk pertumbuhannya sehingga pengelolaan air untuk menumbuhkan plankton sangat penting untuk menunjang pertumbuhan udang vaname.

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kepadatan plankton tambak terhadap performa udang vaname (Litopenaeus vannamei)

1.2     Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari performa udang vaname yang dipelihara dengan sistem semi intensif pada kondisi air tambak dengan kelimpahan plankton yang berbeda pada saat penebaran, yang meliputi pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, konversi pakan, dan biomassa.

1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para pembudidaya udang vaname dan masyarakat serta memberikan informasi kepada  mahasiswa mengenai performa udang vanamei yang dipelihara dengan sistem semi intensif pada kondisi air tambak dengan kelimpahan plankton yang berbeda pada saat penebaran.

1.4 Kerangka Pikir Penelitian
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan komoditas udang unggulan yang dibudidayakan di Indonesia menggantikan udang Windu (Penaeus monodon) yang telah mengalami penurunan produksi akibat serangan penyakit dan penurunan kualitas lingkungan. Udang Vaname (Litopenaeus vannameii) yang didatangkan ke Indonesia berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001 berasal dari daerah subtropis pantai barat Amerika, mulai dari Teluk California di Mexico bagian utara sampai ke pantai barat Guatemala, El Salvador, Nicaragua, Kosta Rika di Amerika Tengah hingga ke Peru di Amerika Selatan. Komoditas ini diharapkan mampu meningkatkan produksi udang Indonesia yang sempat menurun.  Meskipun udang vaname memiliki beberapa kelebihan dibandingkan udang Windu, namun dalam kegiatan budidaya tetap harus memperhatikan standar operasional budidaya yang baik agar kegiatan budidaya yang dilakukan dapat memberikan hasil yang maksimal. Kegiatan budidaya udang dengan menggunakan sistem semi intensif lebih menekankan pada pemanfaatan teknologi serta controlling yang baik sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kegiatan budidaya sistem tradisional.

Hal yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah kondisi air tambak pada saat awal penebaran benur. Kondisi air tambak yang baik saat awal persiapan harus terdapat fitoplankton yang hidup di dalamnya, dicirikan dengan warna air yang berwarna hijau muda atau coklat dengan kecerahan >70 cm. Kondisi air tambak yang seperti ini sangat dibutuhkan oleh benih udang untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Selain itu, air tambak yang telah berwarna hijau muda atau coklat mengindikasikan bahwa fitoplankton pada perairan tersebut cukup melimpah sehingga baik sebagai pakan alami bagi benih udang untuk menunjang pertumbuhannya yang pada saat awal penebaran dengan ukuran PL 10, benih udang belum mampu memanfaatkan pakan komersial secara maksimal. Sedangkan kondisi air tambak yang kurang baik yaitu sedikitnya fitoplankton yang hidup pada perairan tersebut dicirikan dengan warna air tambak yang jernih sehingga hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan udang menjadi terhambat.

Dari kondisi kedua air tambak tersebut diharapkan dapat memberikan informasi terkait performa pertumbuhan udang vaname dimana udang yang dipelihara pada kondisi air tambak yang baik akan menunjukkan hasil pertumbuhan yang baik dan survival rate (SR) yang lebih tinggi dibandingkan dengan udang yang dipelihara pada kondisi perairan yang kurang baik.


1.5       Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir penelitian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah diduga kondisi air tambak dengan kelimpahan plankton yang berbeda berpengaruh terhadap performa udang vaname (Litopenaeus vannamei).

III.                 METODELOGI PENELITIAN

3.1       Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 117 hari di tambak udang semi intensif Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur.

3.2       Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini merupakan studi kasus tentang budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) skala semi intensif di Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur.

3.3           Alat dan Bahan Penelitian
3.3.1        Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.





Tabel 1. Peralatan yang digunakan selama penelitian
No
Alat yang Digunakan
1
DO Meter
18
Timbangan Duduk kapasitas 5 kg & 2 kg
2
pH  Meter
19
Ember Plastik 10 & 20 Liter
3
Refractometer
20
Centong Pakan
4
Termometer
21
Drum Plastik
5
Sechi disk
22
Selang
6
Botol Kaca
23
Pipa Paralon
7
Mikroskop
24
Pipet Tetes
8
Kaca Preparat
25
Plastik Mulsa
9
Cover Glass
26
Benang
10
Tissue
27
Tali Tambang
11
Generator/Genset
28
Kain Waring Hijau & Hitam
12
Diesel/Alkon
29
Serokan
13
Kincir Air
30
Anco
14
Kabel
31
Sendok
15
Lampu
32
Kamera
16
Jala
33
Senter
17
Gunting
34
Bambu


3.3.2        Bahan Penelitian


No
Bahan yang digunakan
1
Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) PL 10
2
Artemia sp.
3
Pakan Udang
4
Minyak Cumi-cumi (Squid Liver Oil)
5
Probiotik udang (bi Klin)
6
Juz Buah Mengkudu
7
Bekatul/ Dedak
8
Molase
9
Dolomit
10
Pupuk Urea & SP 36
11
Obat Trill
12
Nuvaq
13
Saponin
14
Alkohol
15
Solar
16
Ragi Tape
17
Air Laut
18
Air Tawar
19
Es




 3.4           Prosedur Penelitian
3.4.1        Persiapan Tambak
Keterangan:
S              : Sungai
I              : Inlet/ Kolam Tandon
O             : Outlet
A1           : Tambak Budidaya 1
A2           : Tambak Budidaya 2
R1           : Rumah Generator
R2           : Rumah Jaga
 





gambar 3. Tata letak tambak udang vaname
1.               Tambak diisi dengan air laut dari tandon setinggi 50 cm.
2.               Hari pertama, tambak diberi obat trill dengan dosis 1,4 ppm, disebar merata dengan bantuan kincir.
3.               Hari ke 6, air dalam tambak kemudian ditambah hingga ketinggian 110 cm, kemudian didiamkan selama 3 hari.
4.               Hari ke 9, air tambak kemudian diberi tambahan obat nuvaq sebanyak 2 liter per tambak dicampur dengan air sebanyak 20 liter dan ditebar merata kedalam tambak dengan bantuan kincir.
5.               Hari ke 16, air tambak diberi saponin sebanyak 25 kg pertambak. Saponin dimasukkan kedalam bak fiber kemudian direndam dengan air tambak sebanyak 60 liter selama 8 jam kemudian ditebar merata kedalam  tambak pada saat cuaca terik dengan bantuan kincir.
6.               Hari ke 19, air tambak diberi tambahan dolomit sebanyak 100 kg per tambak.
7.               Hari ke 20, tambak kemudian dipupuk dengan pupuk urea sebanyak 10 kg dan pupuk SP 36 sebanyak 5 kg per tambak.
8.               Hari ke 27, 28, 29, tambak diberi tambahan pupuk urea sebanyak 2 kg per tambak.

3.4.2        Penebaran Benur
Penebaran benur dilakukan pada hari ke 30 setelah persiapan tambak. Benur yang ditebar sebanyak 60.000 ekor per tambak dengan ukuran PL 10. Penebaran benur dilakukan setelah air dalam tambak siap, ditandai dengan warna hijau cerah/cokelat muda.
1.          Penebaran diawali dengan proses aklimatisasi suhu media angkut benur dengan cara mengapungkan kantong plastik ke perairan tambak. 
2.          Adaptasi salinitas dengan cara memasukkan air tambak ke dalam kantong plastik secara bertahap, hingga salinitas air dalam kantong plastik relatif sama dengan salinitas air di tambak.
3.          Pelepasan benur ke tambak dengan menenggelamkan kantong plastik ke air tambak secara perlahan. Benur keluar dengan sendirinya ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar dari kantong, dibantu pengeluarannya secara hati-hati. Kemudian, artemia ditebar kedalam tambak setelah semua benur keluar dari kantong plastik.

3.4.3        Pemberian Pakan
Pakan yang digunakan adalah pakan udang nomor 681, 682, 683, 683-SP, dan 684-S dengan kandungan protein sebesar 35%.
1.          Pemberian pakan untuk umur 10 hari pertama (DOC 10), masih menggunakan program blind feeding dengan jenis pakan crumble nomor 681 untuk tahap pertumbuhan PL 13- 1.0 gram berat tubuh dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali, yaitu pada pukul 07.00 WIB dan 17.00 WIB
2.          Memasuki umur 11 hari (DOC 11), pakan diganti dengan jenis pakan crumble nomor 682 untuk tahap pertumbuhan 1-2 gram berat tubuh dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali, yaitu pada pukul 07.00 WIB, 11.00 WIB, dan 17.00 WIB.
3.          Memasuki umur 31 hari (DOC 31), pakan diganti dengan jenis pakan crumble nomor 683 untuk tahap pertumbuhan 2-5 gram berat tubuh.
4.          Memasuki umur 52 hari (DOC 52), pakan diganti dengan jenis pakan pellet nomor 683-SP untuk tahap pertumbuhan 5-14 gram berat tubuh.
5.          Setelah udang berumur 95 hari (DOC 95)-117 hari (DOC 117), pakan diganti dengan jenis pakan pellet nomor 684-S untuk tahap pertumbuhan 14-22 gram berat tubuh dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali, yaitu pada pukul 07.00 WIB, 11.00 WIB, 17.00 WIB dan 20.00 WIB.

3.4.4        Pembuatan Fermentasi
a. Fermentasi 1
1.          Disiapkan dan ditimbang dedak/bekatul sebanyak 5 kg.
2.          Dedak kemudian dikukus hingga matang.
3.          Dedak kemudian diratakan di tempat yang datar dengan ketebalan 2-3 cm
4.          Setelah itu, dedak diberi ragi tape sebanyak 6 butir, kemudian dicampur hingga rata.
5.          Setelah itu, campuran dedak/bekatul dengan ragi tape ditutup rapat selama 24 jam dengan plastik bening yang sudang dilubangi.
6.          Setelah 24 jam, dedak/bekatul yang sudah diberi campuran ragi tape dimasukkan kedalam ember kapasitas 20 liter kemudian direndam dengan air tawar.
7.          Selanjutnya ember ditutup rapat dan didiamkan selama 48 jam sampi tercium aroma khas fermentasi.
8.          Fermentasi siap diaplikasikan ke dalam tambak.

b. Fermentasi 2
1.          disiapkan dedak/bekatul, dolomit, pupuk urea masing-masing 3 kg dan molase sebanyak 1 liter.
2.          Semua bahan dicampur menjadi satu dan dimasukkan kedalam wadah fiber berkapasitas 50 liter.
3.          Kemudian bahan direndam dengan air tawar sebanyak 20 liter dan ditutup rapat.
4.          Bahan yang sudah direndam kemudian didiamkan selama 12-18 jam.
5.          Fermentasi siap diaplikasikan ke dalam tambak.

3.4.5        Teknik Sampling
Fungsi kegiatan sampling ini adalah untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan  udang di dalam tambak. Sampling dilakukan pada pagi hari atau sore hari yaitu 1 jam setelah pemberian pakan. Alat yang digunakan dapat berupa ancho maupun jala.

a. Sampling menggunakan ancho
Ancho adalah alat yang digunakan untuk mengontrol program pakan dan pertumbuhan serta kualitas udang secara harian/insidental. Ancho biasanya berbentuk persegi atau lingkaran berdiameter 60-80 cm dengan rangka dari besi atau kuningan dan bagian tengahnya dikaitkan dengan streameen (sejenis kasa yang terbuat dari nilon).
Langkah-langkah sampling dengan menggunakan ancho adalah sebagai berikut:
1.          Siapkan peralatan yang diperlukan seperti ancho yang telah diberi pakan sebanyak 1% dari jumlah pakan harian dan sudah dimasukkan kedasar tambak, wadah (ember plastik) yang telah diisi air, kantong plastik atau sejenisnya, timbangan duduk dengan kapasitas 1-2 kg, kalkulator dan alat tulis.
2.          Ancho diangkat dari dasar tambak secara perlahan-lahan agar udang yang ada di dalamnya tidak berloncatan keluar dari ancho.
3.          Udang yang ada di dalam ancho kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam wadah yang telah disiapkan.
4.          Udang dimasukkan kedalam plastik.
5.          Semua udang yang dimasukkan ke dalam plastik kemudian ditimbang berat tubuhnya menggunakan timbangan duduk. Pastikan timbangan dalam kondisi normal.
6.          Diukur dan catat berat total sampel udang di dalam wadah berdasarkan penunjuk yang ada di dalam timbangan duduk.
7.          Diukur berat wadah (plastik) tempat sampel udang dalam keadaan kosong untuk mengetahui berat total sampel udang yang sebenarnya.
8.          Dihitung jumlah total udang di dalam wadah tersebut sambil dilakukan pengamatan kondisi/kualitas udang. Udang yang telah dihitung dan diamati secepatnya dikembalikan ke dalam tambak untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas udag sampel.
9.          Dihitung berat rata-rata udang kemudian dicatat hasi penimbangan dan pengamatan yang telah dilakukan.

b. Sampling menggunakan jala
Kegiatan sampling jala dilakukan untuk udang yang telah berukuran relatif besar (2.5 gr atau lebih) sehingga udang dapat terjerat dalam mata jala yang digunakan.  Jala digunakan untuk kegiatan sampling mingguan.
Langkah-langkah sampling dengan menggunakan ancho adalah sebagai berikut:
1.          Disiapkan semua peralatan yang diperlukan seperti jala, wadah (ember plastik) yang telah diisi air, timbangan duduk, kalkulator dan alat tulis.
2.          Ditentukan satu titik lokasi sebagai tempat untuk menebarkan jala.
3.          Jala ditebarkan dengan relatif sempurna, yaitu jala dapat mengembangkan dengan maksimal pada saat ditebarkan dan tunggu beberapa saat agar jala dapat mencapai dasar tambak.
4.          Jala diangkat secara perlahan dan masukkan badan jala beserta hasil tangkapannya ke dalam wadah (ember plastik) yang telah berisi air.
5.          Udang yang tertangkap dilepaskan dari mata jala secara hati-hati agar tidak terjadi kerusakan fisik udang hasil jalaan tersebut yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas udang.
6.          Udang dimasukkan ke dalam plastik.
7.          Semua udang yang dimasukkan ke dalam plastik kemudian ditimbang berat tubuhnya menggunakan timbangan duduk. Pastikan timbangan dalam kondisi normal.
8.          Diukur dan catat berat total sampel udang di dalam wadah berdasarkan penunjuk yang ada di dalam timbangan duduk.
9.          Diukur berat wadah (plastik) tempat sampel udang dalam keadaan kosong untuk mengetahui berat total sampel udang yang sebenarnya.
10.       Dihitung jumlah total udang di dalam wadah tersebut sambil dilakukan pengamatan kondisi/kualitas udang. Udang yang telah dihitung dan diamati secepatnya dikembalikan ke dalam tambak untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas udag sampel.
11.       Dihitung berat rata-rata udang kemudian dicatat hasi penimbangan dan pengamatan yang telah dilakukan.

3.5           Prosedur Pengambilan Data
3.5.1        Berat Total (Biomass)
Biomass adalah jumlah total berat tubuh udang yang ada di dalam tambak. Perhitungan biomass dilakukan setiap 7 hari sekali menggunakan rumus sebagai berikut:
 




Keterangan :
W             :               Biomassa (gram)
Fd            :               Pakan per hari (gram)
FR            :               Food Ratio (%)

3.5.2        Populasi
Populasi adalah jumlah udang yang dipelihara di dalam tambak. Perhitungan populasi dilakukan setiap 7 hari sekali menggunakan rumus sebagai berikut:

 




Keterangan :
P                  : Populasi (ekor)
W                 : Biomassa (gram)
ABW            : Berat rata-rata udang (gram)

3.5.3        Survival Rate (SR)
Tingkat kelangsungan hidup udang dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendie, 1997):


Keterangan :
SR            : Kelangsungan hidup (%)
Nt            : Jumlah udang akhir (ekor)
No           : Jumlah udang awal (ekor)

3.5.4 Pertambahan Bobot Harian (Average Daily Gain/ ADG)
ADG =


Pertambahan bobot harian ADG udang selama satu minggu dapat diketahui dengan menggunakan rumus (Effendie, 1997):

Keterangan:
ADG        = Average Daily Gain atau pertambahan bobot harian (g/hari)
Wo           = bobot udang awal (g)
Wt            = bobot udang akhir (g)
t               = waktu (hari)

3.5.5        Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dapat dilakukan secara visual, yaitu  dengan melihat kecerahan-warna air dan tinggi air, atau dengan menggunakan alat ukur kualitas air. Peralatan pengukur kualitas air yang harus disiapkan di areal tambak minimal pH meter, termometer, refractometer dan DO meter.
Pengukuran parameter kualitas air seperti DO dan pH dilakukan setiap 3 hari sekali, sedangkan pengukuran parameter kualitas air lainnya seperti suhu, salinitas, kecerahan dan kelimpahan plankton dilakukan setiap 5 hari sekali.

a.        Kandungan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan DO meter (DO > 4 ppm) (Rusmiyati, 2012). Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00 WIB dan 13.00 WIB.

b.        pH (Derajat Keasaman)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH meter, dilakukan pada pukul 06.00 WIB dan 13.00 WIB. pH ideal untuk pertumbuhan udang antara 7,3 – 8,5 dengan fluktuasi pH harian 0,2 - 0,5 (Suprapto, 2005).

c.        Salinitas
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan refraktometer/salinometer, dilakukan
Setiap 5 hari sekali pada pagi hari. Salinitas yang ideal untuk pertumbuhan udang antara 15 – 25 ppt, dengan fluktuasi harian tidak lebih dari 5 ppt (Soemardjati & Suriawan, 2006).

d.        Kecerahan air
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sechi disk, dilakukan 5 hari sekali  pada pagi hari. Kecerahan optimum air tambak yang dipengaruhi oleh kepadatan plankton sekitar 20 – 40 cm.

e.        Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer, dilakukan setiap 5 hari sekali pada pagi hari. Suhu optimum dalam budidaya udang vaname berkisar antara 270C-320C (Suprapto, 2005). 

f.         Kelimpahan plankton
Pengukuran kelimpahan plankton dilakukan dengan cara mengambil sampel air tambak menggunakan botol kaca, sampel air yang telah diambil kemudian diamati di bawah mikroskop dan dicatat jenis serta jumlah plankton yang teridentifikasi.

3.5           Analisis data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian diamati dengan menggunakan uji deskriptif (descriptive test) yaitu suatu uji yang digunakan untuk mendapatkan gambaran yang utuh tentang karakteristik suatu organisme.


DAFTAR PUSTAKA


Amri dan Kanna. 2008. Budidaya Udang Vaname secara Intensif, Semi  Intensif, dan Tradisional. Gramedia. Jakarta.

Basmi, J. 1988. Perkembangan Komunitas Fitoplankton Sebagai Indikasi Perubahan Tingkat Kesuburan Kwalitas Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 62 hal.

Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. A. Wiley Imterscience. Publ., 628 pp.

Effendie, MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Fegan, DF. 2003. Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). Asia Gold Coin Indonesia Specialities. Jakarta.

Gunarto dan Hendrajat, E.A. 2008. Budidaya Udang Vanamei, Litopenaeus vannamei pola semi-intensif dengan aplikasi beberapa jenis probiotik komersial. J. Ris. Akuakultur, 3 (3): 339-349.

Hudi L, Shahab A. 2005. Optimasi Produktifitas Budidaya Udang Vaname Litopenaeus vannamei dengan Menggunakan Metode Respon Surface dan Non Linier Programming. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Kordi, K. 2007. Pemeliharaan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). Penerbit Indah. Surabaya.

Manoppo, H. 2011.  Peran Nukleotida Sebagai Imunostimulan Terhadap Respon
Imun Nonspesifik Dan Resistensi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Disertasi Pascasarjana. IPB.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 372 hal.

Raymont, J.E.G. 1981. Plankton dan Produktivitas Bahari. Alih bahasa :Koesoebiono. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. 115 p.

Reynolds, C.S., Tundisi, J.G., & Hino, K. 1984. Observation on a Metalimnetic Phytoplankton Population in a Stably Stratiffied Tropical Lake. Arch. Hydrobiol. Argentina, 97: 7-17.

Rusmiyati, S. 2012. Menjala Rupiah Budidaya Udang Vannamei. Pustaka Baru. Yogyakarta. 20-24 hlm.

Soemardjati, W. dan Suriawan, A. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya.
Sumeru, S. 2009. Pakan Udang. Kanisius. Yogyakarta.

Suprapto. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). CV Biotirta. Bandar Lampung, 25 hlm.

Suwoyo, Suryanto dan Mangampa. 2010. Aplikasi Probiotik dengan Konsentrasi  Berbeda pada Pemeliharaan Udang Vaname (  Litopenaeus vannamei). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Hal 239-248.

Suyanto, S,R. dan A. Mujiman,. 2003. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wyban J,A. and J,N. Sweeney. 2000. Intensive shrimp production technology. The Oceanic Institute. Honolulu, Hawai, USA. Hal. 13-14.