Jumat, 11 Oktober 2013

COPEPODA




COPEPODA
(Makalah Zooplankton TBPH)






Oleh
Aan Pratama
1114111001









JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013


1.      Pengertian Zooplankton
Zooplankton merupakan anggota plankton yang bersifat hewani, sangat beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan. Zooplankton memiliki ukuran yang lebih besar dari fitoplankton (Nontji, 1987).
Effendi (1997) membagi ukuran zooplankton dengan ketentuan khusus, yaitu makrozooplankton yang berukuran lebih besar dari 2 cm, dan mesozooplankton yang berukuran 200 – 20.000 m. Larva ikan maupun ikan-ikan muda yang bersifat planktonik disebut ichtyoplankton umumnya berukuran besar. Umumnya zooplankton mempunyai alat gerak seperti flagel, cilia atau kaki renang, namun tidak dapat melawan pergerakan air (Raymont, 1963).
Zooplankton melakukan migrasi secara vertikal. Migrasi vertikal ialah migrasi harian yang dilakukan oleh organisme zooplankton tertentu ke arah dasar laut pada siang hari dan ke arah permukaan laut pada malam hari. Rangsangan utama yang mengakibatkan terjadinya migrasi vertikal harian pada zooplankton adalah cahaya. Cahaya mengakibatkan respon negatif bagi para migran, mereka bergerak menjauhi permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan meningkat. Sebaliknya mereka akan bergerak ke arah permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan menurun (Prasad, 1956).
Brooks (1969) menjelaskan bahwa zooplankton yang meliputi semua hewan yang umumnya renik adalah bersifat herbivora yang memakan fitoplankton. Hampir seluruh zooplankton sangat tergantung pada fitoplankton dan pada trophic level, zooplankton menempati tingkat kedua setelah fitoplankton (Davis, 1955).
Struktur komunitas dan pola penyebaran zooplankton dapat dijadikan sebagai salah satu indikator biologi dalam menentukan perubahan kondisi perairan.

2.      Copepoda
Copepoda merupakan kelompok entomostracan dengan jumlah spesies terbesar, yaitu sekitar 8.400 spesies, sebagian besar hidup bebas dan sekitar 25% nya sebagai ektoparasit. Kebanyakan copepod terdapat di laut dan sebagian lagi di air tawar, baik sebagai plankton maupun fauna interstisial.

Klasifikasi Copepoda
Secara taksonomi copepoda termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthtropoda
Subfilum         : Crustacea
Kelas               : Maxillopoda
Subkelas          : Copepoda
Superordo       : Gymnoplea
Ordo                : Calanoida

Copepoda adalah kelompok zooplankton yang memegang peranan penting dalam rantai makanan pada suatu ekosistem perairan. Dalam industri pembenihan ikan laut dewasa ini, copepoda mulai banyak dimanfaatkan sebagai pakan alami untuk larva ikan. Copepoda cocok sebagai pakan larva ikan karena selain mempunyai nilai nutrisi yang tinggi juga karena ukuran tubuh yang bervariasi sehingga sesuai tingkat perkembangan larva ikan. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa copepoda dapat meningkatkan pertumbuhan larva ikan laut yang lebih cepat dibandingkan rotifer dan Artemia (Lavens dan Sorgelos, 1996)
Copepoda kaya akan protein, lemak, asam amino esensial yang dapat mempercepat pertumbuhan, meningkatkan daya tahan tubuh serta mencerahkan warna pada udang dan ikan. Keunggulan copepoda juga telah diakui oleh beberapa peneliti lain, karena kandungan DHA-nya yang tinggi, dapat menyokong perkembangan mata dan meningkatkan derajat kelulushidupan larva. Copepoda juga mempunyai kandungan lemak polar yang lebih tinggi dibandingkan dengan Artemia sehingga dapat menghasilkan pigmentasi yang lebih baik bagi larva ikan (Mcevoy dkk., 1998 dalam Umar, 2002).

3.      Ciri-ciri Copepoda
Hewan terkuat di dunia copepoda hanya memiliki panjang 1 milimeter. Kesuksesan evolusi copepoda sangat terkait dengan kemampuan melarikan diri dari predator.
Copepoda merupakan krustacea yang sangat banyak dijumpai diantara fitoplankton dan pada tingkat tropik yang tinggi pada ekosisitem. Copepoda dewasa berukuran antara 1 dan 5 mm. Tubuh copepoda berbentuk silindrikonikal, dimana anterior lebih lebar. Bagian depan meliputi 2 bagian yakni cephalotoraks (kepala dengan toraks dan segmen toraks ke enam) dan abdomen yang lebih kecil dibandingkan cephalotoraks. Pada bagian kepala memiliki mata di bagian tengah dan antenna yang pada umumnya sangat panjang. Copepoda yang bersifat planktonik pada umumnya suspension feeders (Lavens dan Sorgeloos, 1996).
Siklus Hidup Copepoda jantan pada umumnya lebih kecil dibandingkan copepoda betina. Selama melakukan reproduksi atau kopulasi, organ jantan berhubungan dengan betina dengan adanya peranan antenna, dan meletakkan spermatopora pada bukaan seminal, yang dilekatkan oleh lem semen khusus. Telur-telur umumnya lebih dekat ke bagian kantung telur. Telur-telur ditetaskan sebagai nauplii dan setelah melewati 5-6 fase nauplii (molting), larva akan menjadi copepodit. Setelah copepodit kelima, akan molting lagi menjadi lebih dewasa. Perkembangan ini membutuhkan waktu tidak kurang dari satu minggu hingga satu tahun, dan kehidupan copepoda berlangsung selama enam bulan sampai satu tahun (Lavens dan Sorgeloos, 1996). Dalam satu siklus hidup copepoda memerlukan waktu selama kurang lebih 6-7 hari (Anindiastuti dkk., 2002).
Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk kelangsungan hidup, copepoda akan memproduksi cangkang atau telur dormant (istirahat) seperti halnya kista. Hal ini juga menyebabkan tingkat survival berlangsung dengan baik walapun kondisi lingkungan tidak mendukung contohnya pada suhu dingin (Lavens dan Sorgeloos, 1996).

4.      Cara Reproduksi
Reproduksi dan perkembangan Copepoda Dioecious. Betina mempunyai sebuiah atau sepasang ovary dan sepasang seminal receptacle. Copepod jantan yang hidup bebas biasanya mempunyai sebuah testes dan membentuk spermatofora.

Pada waktu kopulasi, copepod jantan memegang yang betina dengan antenna pertama atau kaki renang keempat atau kelima yang berbentuk capit, dan melekatkan spermatofora pada betina pada pembuahan seminal receptacle. Sekali kopulasi dapat digunakan untuk membuahi 7 sampai 13 kelompok telur. Telur yang telah dibuahi dierami dalam sebuah atau sepasang kantung telur. Tiap kantung telur berisi antara 5 sampai 50 butir telur. Cyclops mengerami telur sampai selama 12 jam sampai 5 hari, maka kantung telur hancur dan keluarlah larva yang disebut nauplius. Kemudian copepod betina tersebut akan menghasilkan kantung baru dan kelompok telur baru. Stadia nauplius sebanyak 5 atau 6 instar, kemudian menjadi copepodidi sebanyak 5 instar, dan akhirnya menjadi dewasa. Copepod dewasa tidak mengalami pergantian kulit. Perkembangan dari telur sampai dewasa memakan waktu antara satu minggu sampai satu tahun. Copepod hidup bebas berumur antara 6 bulan sampai satu tahun lebih. Untuk mempertahankan diri terhadap lingkungan buruk, beberapa caponoid dan harpaticoid air tawar menghasilkan telur dengan cangkang tipis dan telur dorman dengan cangkang tebal. Jenis air tawar yang lain, ada instar copepodid atau dewasa melakukan estivasi dengan membungkus diri dengan selubung organic yang keras dan menjadi siste. Selain untuk mempertahankan diri terhadap lingkungan buruk, telur dorman atau siste juga merupakan sarana penyebaran keturunan.
Copepod hidup bernafas dengan permukaan tubuh. Kelenjar makila merupakan alat ekskresi. Tidak ada jantung ataupun pembuluh darah. Darah beredar dalam hemocoel karena adanya gerakan otot, apendik saluran pencernaan. Hanya calanoid yang mempunyai jantung semacam kantung. Susunan syaraf terpusat, dan benang syaraf tidak melewati thorax. Copepoda yang hidup sebagai parasit lebih dari 1000 spesies. Kebanyakan sebagai ektoparasit, namun banyak juga sebagai endoparasit dalam tubuh polychaeta, usus leli laut, saluran pencernaan tunica dan kerang, bahkan pada crustacea lain. Endoparasit acapkali tidak mempunyai mulut, dan makanan diabsorbsi langsung dari inang.
Beberapa jenis copepoda telah dikembangkan untuk dibudidayakan khususnya di manca negara. Copepoda tersebut termasuk kelompok harpacticoid dan calanoid.
Perairan Indonesia kaya akan kehadiran berbagai jenis copepoda, memiliki peluang besar untuk memilih jenis pakan hidup yang unggul sebagai pakan alternatif atau pengganti Artemia yang saat ini harganya kian melambung.
Menurut Sutomo (2003), copepoda laut jenis Tigriopus brevicornis, dapat hidup pada kisaran salinitas yang cukup luas yakni mulai dari 10 sampai 40 ppt, namun pada salinitas 10 ppt tidak didapatkan copepoda yang bertelur. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa copepoda dapat dikultur di air laut dengan salinitas 25-30 ppt (Lavens dan Sorgeloos, 1996).
Menurut Anindiastuti dkk. (2002), untuk mengkultur copepoda pada skala laboratorium sebaiknya menggunakan air laut yang steril bersalinitas 25 ppt. Sementara itu copepoda di perairan umum dapat hidup pada salinitas antara 26,50 dan 35,67 ppt (Levinton, 1982 dalam Umar, 2002). Dengan demikian, salinitas yang optimum untuk perkembangan copepoda laut belum diketahui secara pasti.



DAFTAR PUSTAKA


Anindiastuti, Kadek Ari W. & Supriya, 2002. BudidayaMassal Zooplankton. dalam Budidaya Fitoplanktondan Zooplankton. Balai Budidaya Laut Lampung,Dirjen Perikanan Budidaya. Dep. Kelautan danPerikanan. Seri Budidaya Laut 9 : 78-96.

Davis, 1955. The Marine And Fresh Water Plankton. Michigan State University Press. United State Of America.

Lavens P, P Sorgeloos. 1996. Manual on the production and use of live food for
aquaculture. FAO, Fisheries Technical Paper. No. 361. Rome, FAO. pp. 7 -42.

Nontji, Anugerah, Dr. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta

Raymont, J. E. E. 1983. Plankton and Productivity in the Ocean. 2nd
 edition. Pergamon Press, Oxford. 770 pp.

Sutomo. 2003.Pengarus Salinitas dan Jenis Mikroalga (Chaetoceros gracilis dan Nannochloropsis oculata) Terhadap Perkembangan Naupli dan Pertumbuhan Copepoda (Tigriopus brevicornis)

Umar, C. 2003. Struktur Komunitas dan Kelimpahan Fitoplankton dalam Kaitannya dengan Kandungan Unsur Hara (Nitrogen dan Fosfor) dari Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Ir. H. Juanda Jatiluhur Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 94 p


Selasa, 08 Oktober 2013

FORMULASI 
PAKAN IKAN 


 Komposisi pakan buatan disusun berdasarkan 
kebutuhan zat gizi setiap jenis ikan maupun udang. 
Komposisi ini sering disebut formulasi pakan. Formulasi 
yang baik berarti mengandung semua zat gizi yang 
diperlukan ikan dan secara ekonomis murah serta mudah 
diperoleh sehingga memberikan keuntungan. Penyusunan 
formulasi pakan terutama memperhatikan nilai 
kandungan protein karena zat ini merupakan komponen 
utama untuk pertumbuhan ikan. Setelah diketahui 
kandungan protein dari pakan yang akan dibuat maka 
langkah selanjutnya adalah perhitungan untuk komponen 
zat-zat gizi yang lain

Senin, 07 Oktober 2013

Laporan FRHA

REPRODUKSI IKAN GUPPY DAN CUPANG DENGAN PENGAMATAN HISTOLOGI MENGGUNAKAN METODE ASETOKARMIN 
Aan Pratama 
1114111001

  ABSTRAK 
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui struktur morfologis dan histologis gonad ikan guppy dan cupang. Struktur morfologis gonad jantan dan betina dideskripsikan berdasarkan ukuran, keadaan permukaan,warna dan tingkat kepenuhan dalam abdomen. Struktur histologis gonad jantan dicirikan dengan adanyaspermatosit, spermatid dan spermatofor dengan metode pewarnaan asetokarmin, sedangkan gonadbetina dideskripsikan berdasarkan perkembangan oosit, keadaan nukleus, dan deposit kuning telur denganmetode pewarnaan asetokarmin. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara morfologis testes berwarna putih kecoklatan, permukaan halus, sedangkan ovarium berwarnaputih, abu-abu sampai merah tua, permukaan halus sampai kasar.Secara histologis, pada testes terlihat adanya spermatosit, spermatid, dan spermatozoa yang terbungkusdalam spermatofor, sedangkan pada ovarium terlihat adanya oosit yang berada pada stadia awal sampai berkembang.Pada praktikum ini untuk pengamatan bentuk gonad digunakan ikan guppy dan ikan cupang. Praktikum ini dilakukan pada tanggal 29 April 2013 di Laboratorium Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. kata kunci : asetokarmin, gonad ikan guppy, gonad ikan cupang, spermatozoa. 

I. PENDAHULUAN 
Teknik pembedaan jenis kelamin antara lain dapat dilakukan dengan pemeriksaan ciri-ciri kelamin dan pemerikasaan gonad. Identifikasi gonad untuk ikan dewasa relatif mudah dilakukan karena ukuran gonad yang cukup besar. Namun pada ikan muda yang ukuran gonadnya kecil biasanya harus melalui metoda khusus Salah satu teknik dalam pemeriksaan gonad ikan-ikan kecil yaitu dengan pewarnaan gonad dengan menggunakan larutan asetokarmin. Asetokarmin adalah larutan pewarna yang digunakan untuk mewarnai gonad untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Metoda ini memiliki beberapa kelebihan antarra lain, praktis, mudah, dan cepat pengerjaannya, tidak perlu peralatan khusus, dan relatif mudah. Oleh karena itu pemahaman dan penguasaan dalam keterampilan pemeriksaan gonad metoda asetokarmin sangat diperlukan. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dari gonad ikan baik jantan maupun betina secara primer. 

II. TINJAUAN PUSTAKA
 a. Pengertian Asetokarmin Asetokarmin merupakan salah satu modifikasi teknik pewarnaan yang paling populer terutama dalam bidang sitogenetika untuk penelaahan kromosom (Gunarso, 1989). Pewarna asetokarmin terdiri dari bubuk karmin dan asam asetat 45%. Karmin merupakan zat warna yang terbuat dari eksrak kochinil yang merupakan hasil gerusan serangga Coccus cacti yang dikeringkan (Gunarso, 1989). Identifikasi gonad dengan larutan asetokarmin dibuat hanya dilakukan untuk tujuan penelitian atau mencari data awal (Zairin Jr., 2002). 
b. Fungsi Asetokarmin Larutan asetokarmin berfungsi sebagai pewarna yang digunakan untuk mewarnai jaringan pada gonad ikan. Karena asetokarmin berwarna merah terang. Sehingga mempermudah mengamati jaringan gonad ikan. 
c. Histologi Ikan Cupang dan Ikan Guppy Gonad jantan pada ikan B. splendens(ikan cupang) memiliki bentuk yang lebih kecil dan halus serta terlihat letak sperma yang menyebar dalam jumlah yang banyak. Gonad jantan didominasi oleh jaringan ikat dan terdapat tubulus seminifer. Berbeda dengan gonad betina yang memiliki bentuk bulat dan oval dengan inti di tengahnya, dalam lamella terdapat septa sebagai penunjang, sitoplasma lebih tebal dan terdapat beberapa nukleus. Memiliki ukuran gonad lebih besar dari gonad jantan. Pada ikan dari genus Poeciliata(ikan guppy) terdapat kesamaan ciri (Jatilaksono, 2008). 

III. METODOLOGI 
 a. Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 29 April 2013 pada hari senin pukul 15.00-17.00 di Laboratorium Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

 b. Alat dan Bahan Pada praktikum ini digunakan alat dan bahan seperti, mikroskop, alat bedah ikan (guppy dan cupang), larutan asetokarmin, albumin, tissue, gelas obyek dan gelas penutup, pipet tetes.

 c. Metode Kerja 
 1. Pembuatan Larutan Asetokarmin 
• Larutan 0,6 bubuk karmin dalam 100 ml asam asetat glacial 45% 
• Didihkan selam 2-4 menit kemudian didinginkan. 
• Stealah dingin larutan disaring mengguanakn kertas saring untuk memiosahkan partikel kasarnya. 
• Simpan larutan dalam botl yang ditutup rapat dan simpan pada suhu ruang. 2. Pemeriksaan Gonad
• Ambil ikan kemudian bedah. 
• Isi perut diangkat gonad yang terletak dibawahnya terlihat. 
• Letakkan gonad diatas gelas obyek yang telah diolesi albumin. 
• Beri larutan asetokarmin 2-3 tetes. 
• Cincang gonad dengan pisau skapel sampai halus kemudian tutp dengan gelas penutup. 
• Gonad siap diamati dibawah mikroskop. 

 IV. PEMBAHASAN 
Karakteristik gonad jantan dan betina sangat berbeda. Gonad jantan memiliki ukuran kecil, berwarna putih susu, dan berpasangan. Gonad betina agak mirip gonad jantan, tetapi berwarna agak kekuningan dan diselubungi lemak. Bentuknya relatif hampir sama untuk semua jenis ikan. Kadang-kadang di dalam gonad yang sama dapat dijumpai sekaligus bakal testis dan bakal ovari. Dengan pewarnaan asetokarmin, sel bakal sperma tampak berupa titik-titik kecil berjumlah banyak. Sel bakal telur tampak berbentuk bulatan besar dan bagian inti berada ditengah dengan warna lebih pucat dikelilingi sitoplasma yang berwarna merah. Teknik pembedaan jenis kelamin dapat dilakukan dengan pewarnaan gonad menggunakan larutan asetokarmin. Larutan ini berfungsi untuk memudahkan identifikasi gonad ikan. Metoda ini memiliki beberapa kelebihan antara lain praktis, mudah, tidak perlu peralatan khusus dan relatif murah. Identifikasi gonad untuk ikan dewasa dapat dilakukan dengan mudah karena ukuran gonad yang relatif besar, namun untuk ikan kecil biasanya harus melalui metoda khusus. Penentuan jenis kelamin dipengaruhi oleh dua faktor yaitu lingkungan dan genetis.Acetokarmin merupakan salah satu modifikasi teknik pewarnaan yang digunakan untuk mewarnai gonad untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Metode ini memilik beberapa kelebihan antara lain, praktis, mudah dan cepat pengerjaannya, tidak perlu peralatan khusus dan relative mudah.(Anonim,2011). Dalam metode ini, gonad ikan diambil untuk diperiksa. Setelah gonad terambil, maka dicacah dan ditetesi 2-3 tetes asetokarmin yang diletakkan di objek glass. Setelah dicacah ditutup cover glass dan diamati dibawah mikroskop. Pada praktikum ini terdapat kendala seperti tidak teridentifikasinya gonad baik jantan maupun betina dikarenakan pewarnaan pewarnaan yang kurang tepat serta mikroskop yang ada dilaboratorium yang tidak dapat digunakan secara maksimal dikarenakan cuaca yang pada saat praktikum hujan sehingga tidak terdapat cahaya matahari yang akan digunakan untuk pengamatan dengan mikroskop cahaya. Dan juga tingkat kesulitan dalam menemukan gonad ikan yang ukurannya kecil, karena gonad ikan kecil relatif kecil sehingga sulit untuk diambil. Kelemahan metode asetokarmin ini yaitu ikan yang diambil gonadnya harus dimatikan (Zairin Jr., 2002). Pada gambar yang diperoleh menunjukan bahwa pada gonad jantan memiliki bentuk yang lebih kecil dan halus serta terlihat letak sperma yang menyebar dalam jumlah yang banyak. Berbeda dengan gonad betina yang memiliki bentuk bulat besar dengan inti di dalam. Pengamatan gonad yang dilakukan oleh praktikan tidak berbeda jauh dengan gambar gonad pada literatur. Syandri dalam jatilaksono (2008) memaparkan yaitu bahwa gonad betina atau ovarium berbentuk bulat dan oval, dalam lamella terdapat septa sebagai penunjang, sitoplasma lebih tebal dan terdapat beberapa nukleus. Memiliki ukuran gonad lebih besar dari gonad jantan. Sedangkan gonad jantan didominasi jaringan ikat dan terdapat tubulus seminifer. Histology gonad jantan Cupang histology gonad betina Cupang Keterangan : 1. Spermatozoa 2. Nucleus 3. Sitoplasma. 

V. KESIMPULAN DAN SARAN 
Dari praktikum yang sudah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa pengamatan histologi gonad jantan dan betina menggunakan larutan asetokarmin cukup berhasil dalam artian praktikan mampu membedakan gonad jantan dan betina dengan metode asetokarmin. Saran yang ingin disampaikan oleh praktikan adalah kedisiplinan praktikan dalam melaksanakan praktikum harus lebih ditingkatkan, kemudian asisten dosen harus menyiapkan larutan minyak cengkeh untuk proses anastesi ikan agar tidak terus-terusan menyiksa ikan ketika dibedah. 

DAFTAR PUSTAKA  

Gunarso, Wisnu. 1989. Mikroteknik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. 

Jatilaksono M. 2008. Pemeriksaan Gonad Ikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Junior, Z. M. Sex Reversal Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina. Depok: Penebar Swadaya. 

Zairin Jr., M. 2002. Sex Reversal Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina. Jakarta: Penebar Swadaya.